Langsung ke konten utama

Ketika Gunung Tugel Jadi Saksi Kekompakan Kelas 3C Espero 88

Karanganyar — Minggu pagi, 29 Juni 2025, kabut tipis masih menggantung malu-malu di pelataran Umbul Gunung Tugel, Karanganyar utara. Namun kehangatan tak datang dari matahari, melainkan dari tawa dan pelukan hangat para alumni yang kembali menyambung tali lama yang dulu pernah begitu erat: persaudaraan satu kelas, satu angkatan, satu cerita.

Reuni keluarga besar Espero 88, alumni SMP Negeri 2 Karanganyar angkatan 1988, kembali digelar. Namun seperti yang telah terjadi beberapa tahun terakhir, sorotan tak pernah bisa lepas dari satu kelompok yang selalu hadir dengan semangat utuh dan heboh: kelas 3C.

Satu per satu anggota kelas 3C datang dengan kaos seragam berwarna senada, hasil perdebatan panjang dan diskusi berlapis-lapis di grup WhatsApp. Mungkin hanya Tuhan dan notifikasi HP yang tahu berapa banyak pesan yang saling silang demi menentukan warna, desain, hingga ukuran kaos itu. Tapi hasilnya bukan hanya baju, melainkan rasa: rasa memiliki, rasa rindu, dan rasa bangga menjadi bagian dari 3C.

Didik datang dari Sragen. Intan menembus kemacetan bekas Ibu Kota, Jakarta. Mereka tak datang karena undangan formal, tapi karena panggilan hati. Ada yang diam-diam menahan haru, sebab bertemu teman lama bukan sekadar bernostalgia, tapi seperti pulang ke masa muda yang dulu penuh tawa dan kenakalan remaja.

Namun tahun ini, di balik gelak tawa dan pelukan hangat, 3C juga menyimpan duka. Salah satu sahabat mereka, Anastasia Yani Norwaningsih, telah berpulang ke haribaan Allah SWT. Yani, yang tinggal di Bekasi, Jawa Barat, dikenal sebagai pribadi hangat dan selalu tersenyum. Kepergiannya meninggalkan ruang kosong yang tak tergantikan. Dalam diam, para sahabat memanjatkan doa: semoga segala dosanya diampuni, dan segala amal baiknya diterima di sisi-Nya. “Yani tetap bersama kami, dalam setiap kenangan dan doa,” bisik seorang teman sambil menatap langit yang redup.

Sosok Supardiyanto, yang kini menetap di Pokoh, Tasikmadu, punya andil besar. Alumni yang kini menjadi pengusaha makanan beku dan menjabat sebagai Ketua RW di Ngijo ini rela merogoh kocek untuk membiayai setengah dari pengadaan kaos reuni. “Ora popo, sing penting padha teko. Sing penting isih kompak,” katanya singkat sambil tersenyum, seperti ingin menyembunyikan kebaikan hati yang tulus.

Lalu ada Teguh Wahyuto, yang meski akhirnya tak bisa datang, justru menjadi salah satu relawan paling gigih. Ia rela menyusuri gang dan jalan demi mengantar kaos satu per satu ke rumah teman-temannya. Tak ada panggung, tak ada tepuk tangan, tapi perjuangannya menempel kuat di benak mereka yang menerimanya. Sebab di zaman ini, kesetiaan pada pertemanan adalah barang langka.

Di balik layar, nama Qomar tak bisa dilewatkan. Ia menjadi desainer dadakan dan penghubung antara keinginan dan kenyataan. Ia menawarkan desain kaos, lalu membantu memesankan ke percetakan. Semua dilakukan tanpa banyak bicara. Barangkali, cinta pada teman tak selalu perlu diumbar dengan kata, cukup dengan kerja diam-diam yang menggerakkan.

Kemudian nama lain ada Anis Susilowati. Cewek imut (waktu SMP) ini menjadi tokoh kompor-kompor. Dia yang juga menjadi anggota panitia, langsung ngompor-ngompori teman sekelasnya di grup whatsapp. Alhasil teman-temannya terlecut untuk segera mengencangkan ikat pinggang, untuk tampil yang terbaik.

Acara itu juga dihadiri Timotius, mantan Pelaksana Tugas Bupati Karanganyar, yang dahulu saat reuni sebelumnya masih menjabat aktif. Kini ia datang sebagai sahabat lama, melebur bersama cerita-cerita masa remaja. Tak ada protokol, tak ada sekat. Semua adalah teman seperjuangan yang pernah duduk di bangku kayu sekolah dan bermain di halaman belakang yang kini tinggal kenangan.

Reuni ini bukan sekadar temu. Ia adalah perayaan atas waktu yang terus berjalan, namun tak mampu melunturkan ikatan. Di Gunung Tugel itu, 3C kembali membuktikan bahwa kekompakan bukan hal yang datang tiba-tiba. Ia dirawat, diperjuangkan, dan dicintai bersama.

Karanganyar boleh berubah. Tapi 3C? Masih tetap sama. Ramai, kompak, dan tak pernah kehilangan tawa — meski kini ada satu tawa yang abadi tinggal dalam kenangan. 




























Komentar

Postingan populer dari blog ini

Reuni Angkatan 1988 SMP 2 Karanganyar Semarak di Rumah Dinas Bupati, Kelas 3C Tunjukkan Kekompakan

Karanganyar, 2 Juni 2024 - Minggu pagi yang cerah diwarnai dengan keceriaan di rumah dinas Bupati Karanganyar. Para alumni SMP 2 Karanganyar angkatan 1988 berkumpul untuk merayakan reuni setelah 36 tahun berlalu. Acara yang dihadiri oleh lebih dari 200 orang ini berlangsung meriah dan penuh kenangan. Sebelumnya, 17 Februari 2024 lalu Angkatan 1988 SMP 2 Karanganyar menggelar acara reuni di GunungTugel Pojok Mojogedang Karanganyar. Kebetulan Pak Penjabat Bupati Karanganyar itu hadir. Lantas dalam sambutannya, Pak Timotius mengundang dan mengajak alumni SMP 2 Karanganyar yang lulus tahun 1988 ini bisa reuni lagi di rumah dinas bupati. Reuni ini terasa istimewa karena penjabat bupati Karanganyar, Timotius Suryadi, juga merupakan alumni kelas 3A SMP 2 Karanganyar angkatan 1988. Timotius pada tanggal 15 Desember 2023 dilantik  menjadi Penjabat Bupati Karanganyar . Dalam sambutannya, Timotius mengungkapkan rasa senangnya bisa kembali bertemu dengan para sahabatnya dan mengenang masa...

Setelah 33 Tahun...

Ini tentang cerita komunitas sebuah kelas dari SMP yang berada di Jalan Lawu Kabupaten Karanganyar. Ya inilah kelas 3C SMP 2 Karanganyar.  33 tahun lalu, kira-kira bulan Juni 1988 komunitas ini dipaksa bubar dan berdiaspora, karena harus lulus dari sekolah lanjutan tingkat pertama itu. Sejak itu anggota komunitas itu berdiaspora. Ada yang tetap melanjutkan di SMA di Karanganyar. Ada yang geser ke utara yakni ke Sragen. Ada yang ke Kota Solo. Ada yang ke Karangpandan. Mungkin ada yang ke kota lain entah kota mana... Setelah lulus SMA mereka lebih luas dan makin rumit jalur pesebarannya. Masa-masa setelah itu makin rumit dan luas. Begitulah komunitas manusia...