Dalam khasanah pendidikan yang lebih jauh…muncul konsep baru
yaitu pendidikan yang memperbolehkan para pihak yang terlibat dalam pendidikan mengkritisi
tentang Pendidikan itu sendiri. Termasuk mengkritisi implementasi-implementasi sistem
pendidikan. Orang menyebutnya sebagai pedagogik kritis.
Tapi bagi kami yang tidak menempuh jalur keilmuan “Pendidikan”, tidak berani melakukan itu. Selain tidak paham juga, nanti ndak kuwalat….kami memilih jalur lain saja. Kami ingin mengenang mereka yang telah mendidik kami di bangku sekolah menengah pertama. Kami mengenang jasa mereka yang telah membukakan keluasan jendela dunia kepada kami. Kalau pun metode mereka mengajar kami waktu itu mungkin kurang pas, atau kurang sesuai dengan hakikat pembelajaran yang baik, kami tak mempersoalkan itu. Biar para ahli pendidikan saja yang melakukannya…
Mungkin ada belasan atau bahkan puluhan guru yang saat itu
mengajar kami…mereka saat itu berkantor di ruangan pojok timur laut sekolah
kami.
Tapi banyak yang lupa, lupa wajah, lupa nama, lupa kenangan
apa saja waktu. Siapa saja guru kami itu…semua sudah lupa. Maklum lah 33 tahun
sudah kami meninggalkan interaksi dengan mereka…
Namun kadangkala kalau mengingat masa lalu remaja saat kami
berseragam putih biru dengan kelihatan dengkulnya itu, tiba-tiba teringat
mereka.
Wajarlah daya ingat otak kita sangat bervariasi…
Ada yang teringat ibu Sukarti, karena mungkin memori
relatifnya mengingat kebaikan, kepiawaian dan cara mengajarnya diterima oleh
yang mengingatnya. Ada juga yang mengingat Pak Wiyono karena dia ingat
bagaimana lucunya Pak Wiyono mengajar. Ada juga yang selalu mengingat Pak
Parjo, karena guru matematika itu sering menyitir ungkapan sluman slumun slamet,
slamet sluman slumun…sebuah parodi ungkapan yang pernah disitir oleh majalah remaja
“MOP” tahun 1987-an.
Kami tergelitik mencoba mendokumentasikan kenangan yang
sebenarnya materialnya juga tidak kami miliki.
Ini sebuah upaya yang sulit. Karena saat itu semua kamera
pasti kamera dengan film seluloid. Tak ada dokumentasi digital seperti
sekarang. Ada dua kesulitan yang muncul. Pertama bagaimana mencari dokumentasi
cetaknya, dan kedua bagaimana membuatnya menjadi file digital.
Kami tidak mengenang satu dua dari guru-guru kami ini.
Tetapi kami mengenang semua guru kami di SMP 2 Karanganyar adalah profil
pendidik yang luar biasa dan telah berjasa mengantarkan kami, membantu kami
membuka jendela pengetahuan seluas-luasnya…
Terima kasih guru…
* buat teman-teman yang ingat nama-nama guru di foto bisa menyebutkannya di kolom komentar...terima kasih
Hampir di semua foto di atas, ada foto Bu Karti, guru bahasa Indonesia dan guru BP....di foto nomor 4 dari atas yang paling depan adalah Pam Wiyono. Guru matematika.
BalasHapusOrangtua kedua kita. Yang memberikan warna di mimpi kita. Bekal kita untuk menjadi apa kita.
BalasHapus